Jam

Kamis, 14 Januari 2010



Hukum Pajak
2 SKS

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG



Rini Irianti Sundary

Bahan UAS 1

Pengertian pajak Prof.Dr.Rochmat Soemitro, S.H (Sebelum Reformasi Pajak)

      Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan uu ( yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengerluaran umum.

       Unsur-Unsur Pajak

 Berdasarkan pengertian tersebut, maka pajak mengandung unsur-unsur  sbb :

 1. iuran rakyat kepada negara,: yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang),

 2. Berdasarkan UU. Pajak dipungut berdasarkan atau atas kekuatan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya,

 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung  dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

    Pengertian pajak (setelah reformasi pajak)  Pajak adalah peralihan sebagian kekayaan masyarakat ke kas negara, yang berdasarkan UU (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang secara langsung , yang digunakan  untuk membayar pengeluaran umum negara dan dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong atau menghambat suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat.

       Fungsi Pajak,

Ada 2 fungsi pajak, yaitu :

1. Fungsi Budgetair : Pajak sebagai dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya,

2. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi.

Contoh :

A. Pajak  yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras,

B. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif,

C. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0 % (diberikan pembebasan pajak /tax holiday) untuk mendorong eksport produksi Indonesia di pasaran dunia.

       Pengertian Hukum Pajak, Segala peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak (Fiscus), dengan rakyat sebagai wajib pajak.

Hukum Pajak ada 2 macam :

       1. Hukum Pajak materiil ; Hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan antara lain ttg keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), subyek pajak,dll

       2, Hukum Pajak  Formal: bentuk atau tat cara bagaimana mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan.

Pengertian Hukum Pajak , tugas-tugas dan manfaatnya

    Hukum  pajak, yang disebut juga Hukum fiscal adalah keseluruhan peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang atau badan dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat melalui kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum public, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara Negara dan orang-orang atau badan hukum yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut wajib pajak  (Santoso R Brotodihardjo).

   Tugas hukum Pajak adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkannya, sehingga  harus pula diperhatikan latar belakang ekonomi dan keadaan-keadaan yang ada dalam  masyarakat .

    Hukum pajak selain merupakan bagian dari Hukum administrasi negara, memuat pula unsur-unsur hukum tata Negara dan hukum pidana dengan hukum acaranya.

       Falsafah Pajak

       A. Asas-Asas Pemungutan Pajak.

       Bicara  asas, artinya kita mencari pembenaran mengapa pemungutan pajak oleh Negara itu dibenarkan. maka jawabannya dapat dilihat kepada 3 asas, yaitu :

1. Asas Recht Filosofi ( Asas falsafah Hukum ),

    Asas ini mencari dasar apakah pemungutan pajak oleh Negara itu dibenarkan sehingga dapat dihalalkan pemungutannya sesuai dengan keadilan. Asas falsafah hukum ini nantinya akan menimbulkan teori-teori yang akan dibahas setelah pembahasan ke 3 asas ini.

      2. Asas Yuridis

    Asas ini memberikan pemikiran bahwa pajak itu  harus sejalan dengan tujuan hukum yaitu keadilan. Keadilan ini dapat dicapai dengan memberikan jaminan hokum atau rechtzekerheid , baik kepada wajib pajak maupun kepada fiscus ( pemungut pajak). Maka dapat kita lihat pada landasan konstitusionalnya yakni Pasal 23 A  UUD 1945 yang mengatakan bahwa :

“ segala pajak untuk kepentingan Negara berdasarkan Undang-undang”

    Mengapa pajak harus berdasarkan UU tidak lain untuk mencerminkan keadilan dengan jalan memberikan jaminan hukum baik bagi wajib pajak maupun fiscus.

    Jaminan kepada wajib pajak : bagi mereka yang diperlakukan tidak adil, dapat mengajukan kepada pejabat yang berwenang tentang hal-hal sebagai berikut :

 a. surat keberatan,

 b. Surat minta banding,

 c.Adanya jaminan penyimpangan rahasia jabatan,

 d. Adanya ordonansi keadilan

Jaminan hukum bagi fiscus

  Jaminan  hukum ini dapat mempertegas UU perpajakan harus dapat dilaksanakan. Untuk dapat dijalankannya UU secara baik, harus ada penyempurnaan peraturan yang lengkap dengan sanksi-sanksi yang tegas untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak, penyelundupan pajak dll.

      3. Asas Economis 

            Negara tidak menghendaki karena adanya pajak, ekonomi masyarakat jadi merosot, tetapi sebaliknya pajak harus melindungi kehidupan ekonomi dalam masyarakat serta menjamin kontinuitasnya. Maka dalam hal ini fungsi pajak yang mengaturlah yang dipentingkan untuk menentukan politik perekonomian itu. 

     4.Asas Finansiil 

     Dari sudut finansiil, pemungutan pajak hendaknya memperhatikan biaya, baik biaya dari fihak wajib pajak maupun Negara.

  Biaya-biaya Negara :

     1. antara lain biaya pemungutan pajak (biaya operasional)  harus sekecil  mungkin,

     2. Hasil pemungutan pajak harus dapat menutupi pengeluaran Negara,

     3. Harus terdapat pengawasan yang efektif dan

         kemungkinan - kemungkinan tagihan paksaan,

     4. Sumber-sumber penghasilan sendiri harus dapat diperiksa.

  Biaya bagi wajib pajak

1. Tekanan pajak atas biaya kehidupan/rumah tangga harus sekecil mungkin supaya kebahagiaan sesedikit mungkin dirugikan,

2. Pajak berkala harus dapat dibayar dari penghasilan itu.

Asas pemungutan pajak juga dapat dilihat menurut dasar pemungutannya , yang terdiri dari:

       Asas Domisili

       Asas sumber dan

       Asas kebangsaan/nationaliteit

             Asas Domisili

Adalah suatu asas pemungutan pajak yang digantungkan pada domisili/tempat kediaman seseorang dalam suatu Negara. Menurut asas ini : “Negara dimana seseorang bertempat tinggal itulah yang berhak memungut pajak dari semua penghasilan yang diperolehnya, baik atas penghasilan di dalam Indonesia maupun atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri ( World wide income).

    World wide income maksudnya semua penghasilan dari Negara mana saja yang terdiri dari :  a. Gaji yang diperoleh dari dalam negeri

b. Penghasilan dari barang tak bergerak di luar negeri

 c. hasil dari barang bergerak atau tak bergerak di dalam negeri tempat ia tinggal.

        Asas Sumber.

          Suatu cara pengenaan pajak yang didasarkan pada adanya sumber di suatu Negara. Negara dimana sumber itu berada,  berhak memungut pajak-pajaknya. Misalnya : Seseorang yang bertempat tinggal di luar Indonesia dapat dikenakan pajak Indonesia, atas penghasilan yang berasal dari sumber-sumber yang ada di Indonesia.

Asas Kebangsaan/Asas Nationaliteit.

     Asas nationaliteit ini adalah suatu cara pemungutan pajak pada orang yang mempunyai kebangsaan yang sama  dengan Negara yang akan memungut pajak. Contohnya : Negara yang sedang berperang, memungut pajak pada orang yang berkebangsaan Negara itu dimana saja orang itu berkedudukan untuk membiayai perang.

   Perbedaan asas-asas yang dianut di berbagai Negara dapat menimbulkan pajak ganda Artinya seorang subyek pajak yang dikenakan kebih dari satu pemungutan pajak atas pajak yang sama.

       PEMBAGIAN  HUKUM PAJAK

        Berdasarkan  penerapannya hukum pajak dibagi ke dalam 2 macam, yaitu Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formal.

       A. Hukum Pajak Materiil.

       Hukum pajak materiil adalah hukum pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa saja yang haruis dikenakan pajak, berapa besar pajaknya dll. Dengan kata lain segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya dan hapusnya utang pajak, termasuk juga hubungan hokum antara pemerintah dan wajib pajak.

       Hukum pajak materiil juga memuat peraturan-peraturan tentang kenaikan-kenaikan, denda-denda dan hukuman-hukuman serta cara-cara tentang pembebasan-pembebasan pajak, juga ketentuan-ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiscus, dsb.

       Contoh-contoh Hukum Pajak Materiil : UU tentang Pajak Penghasilan beserta PP nya, UU pajak Kekayaan dll.

        B. Hukum Pajak Formal.

       Termasuk hukum Pajak Formal adalah peraturan-peraturan mengenai cara-cara untuk menjelmakan hukum materiil di atas menjadi suatu kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu hutang pajak, kontrol oleh pemerintah terhadap penyelenggaraannya, kewajiban para wajib pajak (sebelum dan sesudah menerima Surat Ketetapan Pajak), kewajiban pihak ke tiga dan prosedur dalam pemungutan pajak.

       Tujuan hukum pajak formal adalah untuk melindungi baik fiscus maupun wajib pajak, jadi untuk memberikan jaminan bahwa hokum materiilnya akan dapat diselenggarakan setepat-tepatnya.

       Pembagian Pajak berdasarkan sifat-sifatnya terdiri dari

        a. Pajak atas kekayaan dan pendapatan,

    b. Pajak atas lalu lintas, yaitu lalu lintas  hukum, lalu-lintas kekayaan dan lalu lintas barang.

     c. Pajak yang bersifat kebendaan,

    d. Pajak atas pemakaian.

       Pembagian lain didasarkan atas ditemukannya ciri-ciri tertentu pada setiap pajak, dan jenis pajak yang ciri tertentunya bersamaan diamsukkan ke dalam suatu golongan, sehingga terjadilah pembagian-pembagian pajak dalam :

       Pajak subyektif dan pajak obyektif,

       Pajak langsung dan pajak tidak langsung,

       Pajak pusat  dan pajak daerah, dsb

       Pembedaan dan pembagian ini kesemuanya mempunyai fungsi, baik pembagian menurut sifat maupun menurut ciri-ciri yang berbeda itu. Perlu dicatat  disini, bahwa faedahnya itu sangat berlainan. Ada yang fungsinya itu hanya ditujukan untuk memudahkan pekerjaan di dalam praktek, jadi hanya sekedar sebagai alat untuk menunjukkan, terhadap pajak-pajak yang mana saja diperlakukan peraturan-peraturan tertentu dalam sebuah undang-undang. Sebagai contoh pembagian pajak langsung dan pajak tidak langsung (dalam arti administrative) yang diturut beberapa Negara, termasuk Indonesia.

       a. Pajak subyektif dan Pajak Obyektif

        -Pajak Subyektif

       Yang disebut pajak subyektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak sebagai perhatian utama. Untuk menetapkan pajaknya, harus ditemukan alas an-alasan yang obyektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya pikul.     

        Sebagai contoh, dalam pajak pendapatan, sasarannya adalah pendapatan  seseorang. Hubungan antara pajak dan wajib pajak (subyek) adalah langsung, karena besarnya pajak pendapatan yang harus dibayar tergantung kepada besarnya gaya pikul. Pada pajak-pajak subyektif ini keadaan pribadi wajib pajak sangat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang terutang.

        Kondisi subyektif tadi dalam pajak Pendapatan diterapkan dengan adanya aturan tentang Pendapatan Tidak Kena Pajak( PTKP), karena itu juga harus diatur tentang batas minimum kehidupan untuk menentukan berapa PTKP tersebut.

    Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya minimum kehidupan antara lain :

  Keadaan keuangan suatu Negara, apabila keadaan ini baik, maka Negara dapat lebih leluasa memperhatikan lapisan-lapisan bawah dari penduduk dan memberikan pembebasan pajak bagi suatu minimum kehidupan yang direncanakan lebih luas,

   Pembagian pendapatan, apabila terbanyak di antara rakyat hanya memiliki pendapatan yang sama dengan minimum kehidupan, atau hanya melebihi sedikit, maka sulit untuk tidak membebaninya dengan pajak. Sebaliknya, jika banyak jumlah orang yang berpendapatan tinggi dan banyak yang mengenyam standar kehidupan yang relative tinggi, maka pendapatan-pendapatan yang kecil dapat dilindungi,

    Daya beli uang. Daya beli ini di berbagai daerah dari suatu Negara berbeda-beda, maka perlu ditentukan suatu batas minimum kehidupan yang berbeda pula.

Pembagian Pajak berdasarkan sifat-sifatnya terdiri dari

    a. Pajak atas kekayaan dan pendapatan,

    b. Pajak atas lalu lintas, yaitu lalu lintas hukum, lalu-lintas kekayaan dan lalu lintas barang.

    c. Pajak yang bersifat kebendaan,

    d. Pajak atas pemakaian.

       Pembagian lain didasarkan atas ditemukannya ciri-ciri tertentu pada setiap pajak, dan jenis pajak yang ciri tertentunya bersamaan dimasukkan ke dalam suatu golongan, sehingga terjadilah pembagian-pembagian pajak dalam :

    - Pajak subyektif dan pajak obyektif,

    - Pajak langsung dan pajak tidak langsung,

    - Pajak pusat  dan pajak daerah, dsb

       a. Pajak subyektif dan Pajak Obyektif

     -Pajak Subyektif

             Yang disebut pajak subyektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak sebagai perhatian utama. Untuk menetapkan pajaknya, harus ditemukan alas an-alasan yang obyektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya pikul.     

    Sebagai contoh, dalam pajak pendapatan, sasarannya adalah pendapatan  seseorang. Hubungan antara pajak dan wajib pajak (subyek) adalah langsung, karena besarnya pajak pendapatan yang harus dibayar tergantung kepada besarnya gaya pikul. Pada pajak-pajak subyektif ini keadaan pribadi wajib pajak sangat mempengaruhi besar kecilnya jumlah pajak yang terutang.

    Kondisi subyektif tadi dalam pajak Pendapatan diterapkan dengan adanya aturan tentang Pendapatan Tidak Kena Pajak( PTKP), karena itu juga harus diatur tentang batas minimum kehidupan untuk menentukan berapa PTKP tersebut.

   Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi-rendahnya minimum kehidupan antara lain :

a. Keadaan keuangan suatu Negara, apabila keadaan ini baik, maka Negara dapat lebih leluasa memperhatikan lapisan-lapisan bawah dari penduduk dan memberikan pembebasan pajak bagi suatu minimum kehidupan yang direncanakan lebih luas,

b. Pembagian pendapatan, apabila terbanyak di antara rakyat hanya memiliki pendapatan yang sama dengan minimum kehidupan, atau hanya melebihi sedikit, maka sulit untuk tidak membebaninya dengan pajak. Sebaliknya, jika banyak jumlah orang yang berpendapatan tinggi dan banyak yang mengenyam standar kehidupan yang relative tinggi, maka pendapatan-pendapatan yang kecil dapat dilindungi,

    Daya beli uang. Daya beli ini di berbagai daerah dari suatu Negara berbeda-beda, maka perlu ditentukan suatu batas minimum kehidupan yang berbeda pula.

    Beban keluarga mempengaruhi minimum kehidupan dan gaya pikul  yang sesungguhnya dari  seorang kepala keluarga,minimum kehidupannya jauh lebih besar daripada minimum kehidupan seseorang yang tidak kawin atau keluarga yang tidak mempunyai anak.

b. Pajak Langsung dan Pajak Tidak langsung.

    Kedua macam pajak ini dapat dibedakan secara administrasi dan ekonomi.

Perbedaan secara administrasi

Pajak langsung adalah pajak yang mempunyai kohir, dipungutnya secara periodic/berulang setiap tahun.

Pajak tidak langsung adalah pajak yang tidak mempunyai kohir, dipungutnya secara insidentiil ( apabila ada kejadian atau peristiwa).

Perbedaan secara ekonomi

Pajak langsung adalah pajak yang tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain, pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak.              Pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain, tidak dipikul sendiri oleh wajib pajak.

        Contoh Pajak langsung antara lain :

       Pajak Pendapatan (Ppd),

       Pajak perseroan (Pps),

       Pajak Kekayaan (Pkk),

       IPEDA,

       Pajak Rumah Tangga (PRT),

       Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),

       Pajak Bangsa Asing (PBA)

       Contoh pajak Tidak langsung :

       Pajak Penjualan (PPn),

       Pajak atas Bunga Deviden dan Royalti (PBDR),

       Aturan  BEA Materai (ABM),

       Bea Balik Nama (BBN)

       Pajak Pembangunan ( Ppb),

       Pajak Tonotonan,

       Bea warisan,

       Bea balik Nama Knedaraan bermotor.

             Pengenaan Pajak berdasarkan wilayah kewenangan

       Pajak Negara (pajak Pusat)

       Pajak Daerah

       *Pajak Negara : pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat

       Macam-Macam Pajak Negara :

    1. Pajak Penghasilan (PPh)

         Dasar hukum : UU No.8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dg UU No.17 Tahun 2000

     2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPn BM)

    Dasar hukumnya UU No.8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah UU No.8 Th 1983 sebagaimana diubah dengan UU No.18 Tahun 2000

    Bea Materai

     Dasar hukum Pengenaan BM adalah UU No.13 Th 1985

.  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar hukum UU No.12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No.12 Tahun 1994

-  Beaa Perolehan  Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB).

     Dasar hukum : UU No.21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2000.